ruangan gue menunjukkan pukul 8:46 WIB, belum ada pasien, jadi gue
sempet-sempetin nulis blog deh ya.. Secara
sudah ada beberapa manusia yang menagih cerita gue selama di Bali. *terutama yg
menyebabkan bebe gue matik*
memberitahukan kalau ternyata gue di ikutsertakan dalam rombongan kloter 2
ini. Mendadak memang, tapi nggak mau nolak rezeki lah ya.
gue kelas 2 SMA. Gue ke Bali dalam
rangka Study Tour. Yang gue inget
sih, begitu gue sampai di Jakarta (dalam perjalanan pulang mampir ke
Malioboro), ada tragedi Bom Bali 1. Waktu itu, gue dan rombongan naek Bus
Travel gitu deh ya. Perjalanan 2 minggu (pergi-pulang).
YPK jam 3.50 WIB menggunakan bus menuju Bandara Soekarno-Hatta terminal 3
domestik. Pagi bener jalannya yah? Ya
iyalah, soalnya flightnya aja jam 6.20 WIB. Dan sebagian besar peserta kloter 2
ini sudah menginap di RS sejak sabtu malam, (including me yang juga menginap di
RS sehabis shift sore di hari Sabtunya).
peserta lainnya yang menginap di RS, tepatnya di ruangan gue, mulai kebangun
dari tidur (yang nggak bisa dibilang nyenyak) pukul 03.00 WIB. Kesiangan? Iya lah.. Karena jam 3.30 WIB
itu sudah harus berkumpul di Lobby depan. I called it “kehebohan di dini hari”.
Pada heboh nyari kamar mandi yang kosong, mandi kilat. Honestly, gue nggak
mandi loh, cuma sikat gigi dan cuci muka saja. Heheheh.
SoeTTa, terminal 3 Keberangkatan Domestik. Tiket dan lain-lain sudah diurus oleh ketua rombongan yang kemudian dibagikan ke peserta oleh koordinator kelompok. Peserta yang lainnya mah sibuk
foto-foto. Hihi..
dan rombongan menunggu waktu keberangkatan di Lounge Zona 1, terminal
keberangkatan domestik
Bandara SoeTTa.
penerbangan JT 0030 dengan tujuan
Denpasar untuk memasuki pesawat.
naik pesawat terbang. Rada nervous, iya. Excited, iya banget. Ya, segala macam perasaan campur aduk deh
ya.
Saat pesawat naik, itu rasanya
seperti naik wahana Halilintar di Dufan dengan posisi yang sama, saat halilintarnya menanjak naik.
Cuma bedanya, kalo Halilintar itu kan langsung menukik turun, kalo pesawat kan
naik ke atas awan dengan ketinggian 35.000 kaki (kalo gue nggak salah denger
ya).
Gue duduk di bagian tengah, dekat
sayap pesawat (apalah itu namanya), dekat jendela. Yeayyy.. Soalnya gue bisa melihat-lihat pemandangan
dari atas pesawat. Awalnya, gue masih bisa lihat-lihat pemandangan di bawah,
jalanan, rumah-rumah yang semakin lama semakin kecil. Seperti melihat google
map yang versi Satelite deh ya. Hehhe, norak. Iya lah, my First Flight, and I loved
it! Apalagi setelah pesawat berada di atas awan. Pemandangan yang gue lihat itu putih semua. Seperti berada di
lautan kapas, atau lautan salju beku layaknya di Alaska atau Kutub Utara sana
deh. Sebenarnya gue sempet foto-foto pemandangan di atas awan itu, tapi….
*langsung lemes*. Sudah lah jangan bahas ini dulu.
Lanjut aja yah..
Setelah 1 jam 30 menit di atas
awan (informasi di awal penerbangan dari Pramugarinya, penerbangan menempuh
waktu 1 jam 30 menit) akhirnya sampai juga di Bandara Ngurah Rai, Denpasar,
Bali. 8.41 WITA. (Ingat, ada perbedaan waktu 1 jam lebih cepat di Bali).
Berkumpul, menunggu bus Travelnya
datang.Memasukkan barang bawaan ke bagasi bus, masuk bus. Dan akhirnya,
#BaliTrip Day 1 di mulai…
10.00 WITA. Perjalanan ke
Uluwatu.
Mendaki gunung lewati lembah.
Naik-naik ke puncak gunung.
Sepertinya itu lagu yang cocok di
nyanyikan saat perjalanan ke Uluwatu. Yes, jalur menuju Uluwatu memang mendaki
dan berkelok-kelok seperti jalur ke Puncak, tapi lebih mirip dengan jalur di
Kelok 44, Padang, SumBar. Mendaki, tikungan tajam dan bisa di bilang terjal. Mirip deh pokoknya.
Di Uluwatu ini terdapat beberapa
monyet-monyet yang berkeliaran bebas. Guide di rombongan ini, Bli Kresna, sudah
memperingatkan kami untuk tidak mengenakan segala macam asesoris, termasuk
kacamata, topi atau apapun yang bisa dirampas oleh si Monyet. Oh iya, sebelum memasuki gerbang utama, para pengunjung diberikan kain yang bisa di gunakan sebagai sarung dan juga yang bisa diikatkan di pinggang. umm, sayangnya gue lupa ini pertanda apa 🙂
pantai, ombak dan bebatuan. Pohon-pohon
meranggas, dan juga si Monyet itu sendiri. Monyetnya
jinak-jinak kok. Tapi memang, suka
mengambil asesoris yang digunakan turis. Contohnya
saja, topi salah satu karyawan YPK diambil begitu saja oleh si Monyet. Padahal
beliau sedang duduk manis. Untungnya topi yang dirampas si Monyet bisa kembali
dengan cara menukarnya dengan makanan kecil untuk si Monyet (dengan bantuan pawangnya tentu saja).
Ada 1 monyet yang Gendut, hobinya
hanya duduk diam dan sepertinya malas bergerak (mungkin karena badannya yang
gendut itu yah). Kalau nggak salah
namanya si Bencong (ini gue
tahu setelah bertanya pada pawang
Monyet disitu). Kenapa dinamakan si
Bencong? Katanya sih karena dia tidak
suka bergaul dengan monyet jantan lainnya. Heheh.
Aneh-aneh aja yah..
Di Uluwatu itu fakir sinyal
banget. Bukan SOS lagi, tapi
bener-bener nggak ada sinyal. Setelah
makan siang, lanjut next Destination ke Dream Land. Saat itu jam menunjukkan
pukul 12.21 WITA. Saat matahari lagi terik-teriknya. Saatnya berpanas-panasan
ria.
Dream Land, dengan pantainya yang
di sebut Dream Beach itu merupakan pantai yang bisa dibilang keren, ombaknya
yang lumayan besar dan indah. Lebih
indah lagi, ya karena banyak
bule-bule bertebaran disana. Dari yang one piece sampai two pieces, ada lah ya.
Oh iya, di Dream Beach ini gue
sempet foto bareng bule dari Senegal (atau mana lah itu gue lupa) namanya
Victor. Baik banget dan ramah pula orangnya. Gue dan beberapa orang temen gue ganti-gantian foto bareng si Bule
ganteng ini. (iss noraknya saya).
Selesai sesi foto bersama Victor,
gue lanjutin ke arah kiri menuju batu karang. Sudah banyak yang foto-foto
disana. Gue juga nggak mau kalah dong. Foto-foto pake Topi Biru yang baru gue
beli di pintu masuk Dream Land ini (ketika menuju Dream Beach, dari parkiran,
kita melewati kios-kios pedagang baju-baju, topi dan kacamata hitam). Puas
foto-foto di atas batu karang, akhirnya gue memutuskan untuk balik lagi ke
pantainya, turun melewati batu karang tadi.
Dan…..
Saat turun mau melewati bagian
depan batu karang itu, ada ombak kecil baru datang yang mengalir kembali ke tengah laut. Menunggu airnya
surut dan siap-siap menyebrang, gue melihat ke tengah laut, memperhatikan ombak
yang akan datang dan siap-siap menyebrang. Sepenglihatan gue, ombaknya itu
kecil. So, gue memberanikan diri melangkah untuk menyebrang.
Masih menatap keindahan ombak
tersebut, entah apa yang membuat gue tetap melangkahkan kaki melewati batu
karang itu dan whussssss…. Dengan segera ombak menerjang gue, membuat gue jatuh
dan tertarik ke tengah laut. Saat itu, gue merasa seperti di peluk sama ombak,
di ajak ke tengah laut sama ombak. Perasaan sesaat, karena setelah itu gue dihempaskan lagi ke arah karang. Tangan gue masih berusaha memegang tas, topi dan
sepatu yang memang sejak awal gue pegang itu. Diseret ketengah laut, dihempas
ke karang lagi. Saat itu gue beneran pasrah dibawa sang ombak. Karena sejago
apapun kita berenang, kalau tiba-tiba dihempas ombak dan kita panik, kebawa arus juga lah kita.
Tapi untungnya, ada seseorang
yang berusaha menyelamatkan gue. Entah
siapa orang itu, sepertinya turis domestik. Lelaki
itu menarik tangan gue, dan melepaskan barang-barang yang sejak tadi masih gue
genggam. Dia, dan satu orang lagi (yang sekilas gue lihat adalah salah
satu karyawan YPK) berusaha menarik
gue ke tepi pantai yang nggak kena ombak. Sempet gue berusaha berdiri, dibantu
kedua lelaki itu. Tapi, baru posisi satu kaki berlutut, hendak berdiri, gue
terjatuh lagi. Lemes pisan badan gue. Mungkin bagi orang yang melihat gue saat itu, gue dibilang pingsan. Karena akhirnya
gue diseret sama dua lelaki tadi ke pinggir yang lebih tinggi. Honestly, gue
nggak pingsan. Tapi sangking lemesnya, sampai nggak bisa bergerak gue.
SHOCK. Mungkin itu kata yang
tepat.
Sudah mulai bisa berdiri, dan
akhirnya sadar kalau tas, sepatu dan topi gue nggak ada, akhirnya gue teriak
minta tolong ambilin tas gue yang udah keseret ombak. Untungnya belum terlalu
jauh, jadi tas gue masih bisa di selamatkan. Pun dengan topi yang baru gue beli
dan sepatu gue. Hanya kacamata hitam gue yang nggak selamat. Tapi, barang-barang yang ada di dalam tas
itu yang nggak selamat. Kamera (yang gue pinjem sama teman gue), bedak tabur
gue (yang jadi menggumpal karena basah), dompet gue yang jadi rusak, Novelnya
Pramoedya Ananta Toer yang berjudul “Calon Arang” yang baru gue baca sebagian
basah dan rusak, notes gue, catatan perjalanan gue senasib sama novel gue itu.
Yang lebih parah sih ya bebe gue, yang saat itu gue taruh di saku celana, basah
dan nggak bisa hidup.
Worst day? Not really, I think.
HIDUP, gue selamat dari kecelakaan itu. Bisa saja dengan mudahnya gue terbawa
arus ke tengah laut. Yes, karena gue merasa ada yang meluk gue, ombak itu meluk
gue dan membawa gue ke tengah laut. Itu yang gue rasain.
I know it’s my fault. Salah gue juga yang nekat lewat bawah karang. Teguran
untuk gue. Pelajaran berharga buat gue. And you know? Sepanjang perjalanan dari Dream Land ke GWK (next
destination), di dalam bus, gue nggak berhenti mengucap syukur dan memohon
ampun. Gue bersyukur karena gue masih dikasih kesempatan untuk selamat dari
ombak yang ingin membawa gue ke tengah laut. Gue bersyukur karena hanya gadget
dan beberapa benda yang hancur (dan itu semua masih bisa di perbaiki). Gue bersyukur
karena tubuh gue masih utuh, walaupun ada beberapa baret luka dan lebam di
tubuh gue. Gue masih bersyukur, karena gue masih bisa tertawa dan berfoto
setelah kejadian itu. Dan masih banyak hal yang patut gue syukuri dari kejadian
itu.
Memohon ampun. Karena (dan memang) pasti ada hal (kesalahan) yang gue
perbuat sebelum gue berangkat ke Bali. Mungkin ada keluarga atau beberapa orang
yang kurang suka dengan sikap gue saat itu. Mungkin juga Ibu yang nggak
merestui keberangkatan gue ke Bali. Dan banyak hal (kesalahan) yang gue
perbuat, sehingga Allah negur gue dengan cara “di peluk Ombak” itu. We’ll never
know.
Oh iya, karena adegan “di peluk Ombak itu” jadinya gue terpaksa harus beli
celana pendek berwarna biru dengan motif bunga-bunga khas Bali itu untuk salin.
Sebenarnya sih bukan hanya “di peluk Ombak” yang gue alamin hari itu. Tepatnya
sesaat setelah gue ambil baju salin di Bus dan turun tangga keluar Bus. Kaki
gue masuk ke lubang yang berada nggak jauh dari Bus, dan voilaaa... Terjatuh
lah gue. Terkilir lah kaki kanan gue. Dengan jalan tertatih, gue berusaha
bersikap “seolah kaki gue baik-baik saja” berpura-pura “i’m Okay boss” pada
setiap mata yang memandang gue heran. Ya gimana nggak heran, penampilan gue
yang basah kuyup, pasir di beberapa bagian tubuh gue. Acak kadut deh ya..
But, I always trying to smile. Smiling. Happy, I’m still alive.. yeayyy..
Oh iya, BIGGEST THANKS for lelaki yang sudah menyelamatkan gue, sudah menarik gue dari “pelukan Ombak” TERIMA KASIH.. God Bless you always pak!
Yap, sekian cerita #BaliTrip Day 1, Part 1. Insyaallah, Secepatnya akan di posting part 2 dan hari-hari berikutnya..
nb: untuk foto-fotonya, yang di posting berarti yang selamat. Yang ada di memory digicam nggak ada yang kebaca soalnya. Nanti gue usahakan dulu, siapa tahu ada yang punya foto gue di kameranya.. hihih..
*makasihh yg udah nyumbang foto :))
finishing, 12.18 WIB, 29 September 2012
Rula, Pamit!
Leave a Reply