
When it’s over
That’s the time I fall in love again
And when it’s over
That’s the time you’re in my heart again
Suara khas Mark McGrath, vokalis Sugar Ray terdengar memenuhi ruang di mobil Nisa, membawanya kembali ke beberapa tahun silam. Tahun tahun yang pernah menjadi bagian indah dalam kenangannya. Tahun tahun yang juga selalu disesalinya hingga kini. Tahun tahun bersama Juna.
“Woyyy, Nis! Lampu merah itu” teriakan Lala membawa Nisa kembali ke masa kini. Kaki kanannya sontak menekan pedal rem secara mendadak.
“Sorry, La. Lo gak papa, kan?” Nisa langsung mengecek kondisi sahabatnya yang duduk di kursi penumpang di sampingnya.
Hari ini Nisa bertugas menemani bride-to-be ini mengurus persiapan pernikahannya yang akan berlangsung kurang dari 3 bulan lagi. Kalau sampai terjadi apa apa dengan Lala, bisa bisa dia diomeli habis habisan oleh Ken, tunangan Lala, nantinya.
“Thanks to seat belt. I’m Okay.” Ucapan Lala membuat Nisa agak tenang. Tapi tidak pikirannya. Masih tentang Juna.
Disandarkan kepalanya sejenak. Matanya menatap lampu lalu lintas yang menyala merah, tapi pikirannya masih melayang kembali ke… Juna.
I’m missing you…
I never knew how much you meant to me…
I need you…
“Wait, lo kenapa nangis, Nis?” Lala heran melihat ada air yang mengalir tiba tiba di pipi sahabatnya ini.
“Eh, gak papa kok, La” Nisa terkesiap dan bergegas menyeka pipinya.
“Jujur gak, lo?” ujar Lala sedikit mengancam.
“Hhh… Keinget Juna gue, La” jawab Nisa lirih sambil perlahan menekan pedal gas lagi karena lampu lalu lintas sudah menyala hijau.
“Juna? Mantan lo, Juna yang menghilang tanpa kabar itu? Serius, lo?” Lala seakan tak percaya dengan pendengarannya.
“Setiap denger lagu ini, selalu keingetan dia gue, La. Entah, lah”
“Nis, come on! It’s been ten years ago. Dan lo masih juga belom kelar urusan sama dia?” Lala semakin heran dengan Nisa yang masih saja terjebak masa lalu.
“Ralat, La. Enam belas tahun.” jawab Nisa singkat.
“Heh? Setahun lagi lo bikin sweet seventeen-an deh sekalian” ucap Lala dengan nada meledek.
“Yee. Dia gitu.”
“Ya lagian, elo tuh yaaa. Ini manusianya juga belom tentu masih inget sama elo. Masih hidup atau gak juga lo gak tau, kan?”
“Iya, sih. Tapi gue masih ngerasa bersalah sama dia sampe sekarang.”
“Karena lo selingkuhin dia?”
Nisa hanya menjawab dengan anggukan pelan sembari tetap fokus pada kemudi mobilnya.
“Kan dianya juga udah maafin lo, Nisaa!” Lala gemas dengan Nisa.
“Iya, dia emang udah maafin gue. Tapi, setelah itu dia menghilang bagai ditelan bumi” ujar Nisa lirih.
“Ya, terus?”
“Ya gue masih sayang sama dia. Masih care sama dia.”
“Kalo lo masih sayang, masih care, kenapa lo selingkuh, nyet?” Lala mulai kesal dengan Nisa yang masih juga gagal move on.
“Karena rumput tetangga lebih hijau?” jawab Nisa asal. “Iman gue goyah, La saat itu. I know. I was stupid” lanjut nisa lirih.
I’m wishing you…
You never said you were pretending…
I’m wishing you…
You felt the same and just come back to me…
I need you…
***
Sepanjang perjalanan Menteng-Sarinah, Nisa kembali terdiam. Membiarkan Lala yang terlelap di kursi penumpang di sampingnya. Berusaha tetap fokus untuk menyetir, namun bayangan wajah Juna terus muncul dalam benaknya. Tentu saja wajah Juna yang terakhir ia ingat dulu.
Lala benar, enam belas tahun bukan waktu yang singkat. Dan kecil kemungkinan Juna masih ingat dengan Nisa. Apalagi hal terakhir yang Nisa lakukan adalah mematahkan hati lelaki humoris itu.
Selain itu, yang Nisa ingat adalah wajah Juna enam belas tahun lalu. Seperti apa penampakannya sekarang pun Nisa tak pernah tahu. Masih hidup kah dia? Pertanyaan yang mengekor ketika wajah Juna melintas di depannya.
“Lelaki itu mirip kamu, Jun?” ucap Nisa lirih saat melihat seorang Lelaki berwajah Asia melintas di depan mobilnya yang sedang berhenti menunggu lampu lalu lintas menyala hijau.
“Eh, wait. La itu Juna, Laaa” tangan kiri Nisa menepuk nepuk lengan Lala sambil teriak, sedangkan matanya tak lepas mengikuti lelaki berpostur tinggi yang baru saja lewat.
Lala yang sedang tidur sontak kaget karena lengannya ditepuk kencang oleh Nisa. “Apaan sih, Nis. Sakit tauu.” ujarnya memegang lengannya yang panas sehabis ditepuk Nisa.
“Tadi gue liat Juna.” pandangan Nisa masih mencari cari lelaki yang tadi dilihatnya. Tanpa ia sadari lampu lalu lintas sudah berubah hijau lagi dan mobil di belakangnya mulai membunyikan klakson dengan tidak sabar.
“Ya udah jalan dulu, udah ijo tuh.” Lala mengingatkan.
Nisa pun bergegas melajukan mobilnya namun matanya tetap berusaha menemukan sosok pria dari masa lalunya itu.
“Lo yakin itu Juna? Mirip doang kali, Nis” Lala meyakinkan Nisa yang masih celingak celinguk mencari sesuatu.
“Not really, sih. Tapi gue musti mastiin” Nisa kemudian memindahkan mobilnya ke jalur kanan, hendak mengambil jalur memutar saat di Bundaran HI di depan sana.
Iya, Nisa hanya ingin memastikan apa yang ia lihat tadi nyata, bukan khayalan. Lala hanya bisa diam kalau sahabatnya sudah bersikap begitu. Percuma dilarang juga, pikirnya.
Setelah memutari Bundaran HI dan sempat terjebak macet sebentar, city car yang dikendarai Nisa pun mendekati lampu lalu lintas dengan zebra cross tempat ia melihat Juna tadi. Perlahan Nisa menekan pedal remnya guna memperlambat laju mobilnya yang memang sudah berada di jalur paling kiri itu. Sambil sesekali matanya mencari cari sosok yang sejak siang tadi memenuhi benaknya.
Ramai orang yang berlalu lalang di trotoar yang lebar tersebut. Ya, memang sudah waktunya pulang kerja. Ditambah lagi adalah Stasiun MRT Bundaran HI yang berada di sisi kanan jalan, tempat banyak orang berbondong bondong menuju. Meskipun kecil kemungkinannya, Nisa tetap berharap sosok tadi muncul lagi, di sini. Nihil.
“Udah lah, Nis. Lo salah lihat kali tadi.” Lala berusaha menenangkan Nisa yang termenung di depan kemudi mobilnya yang berhenti di pinggir jalan tak jauh dari lampu lalu lintas.
Nisa menggangguk pasrah, menyetujui perkataan sahabatnya itu. Dan mulai bangkit untuk melajukan kendaraannya lagi menuju jalur yang seharusnya. Perlahan ia menekan pedal gas untuk menambah kecepatannya.
***
Senja perlahan menghilang di balik peraduannya. Nisa harus berkejaran dengan waktu yang tersisa sebelum gelap menyelimuti cakrawala. Ah, karena hanyut akan masa lalunya ia sejenak melupakan tugasnya hari ini. Setelah selesai mengurus persiapan lainnya, Lala dijadwalkan untuk fitting kebaya pengantinnya sore ini di sebuah butik di Jakarta Selatan.
Akhirnya sampai juga, batin Nisa bergumam setelah melihat sebuah bagunan mewah nan elegan berwarna putih tersebut.
“La, sorry ya jadi telat banget” Nisa memecah kebisuan dalam mobilnya saat mobilnya melewati gerbang masuknya. Pandangannya menyapu pelataran di depan gedung tersebut, mencari lahan kosong guna memarkirkan mobilnya.
“Tiada maaf bagimu, hugh” ujar Lala ketus namun senyum tipis tersungging di bibirnya.
“Sok drama deh, lo yaa. Haha” Nisa tak kuasa menahan tawanya melihat acting Lala yang gagal marah itu.
Ya, sebenarnya Nisa sangat memaklumi kalau Lala marah padanya. Karena mengakhiri tugas pertamanya sebagai bridesmaid dengan tidak becus.
“Udah sampe, nih. Ken udah sampe juga, kan?” Lanjut Nisa setelah memastikan mobilnya terparkir sempurna.
“Udah dari tadi dia. Untung gak marah dia pas gue jelasin kalo gue dianter sama lo.”
“Hehe, mian” Nisa memasang cengiran di wajahnya.
Keduanya pun memasuki bangunan mewah serba putih itu. Di samping pintu masuknya yang terbuat dari kaca transparan nan megah, mata Nisa sudah dibuat kagum melihat beberapa manekin berbalut kebaya putih dengan hiasan payet di beberapa sisinya berdiri di sepanjang koridornya.
“Thanks God, calon istriku selamat sampai sini” sindir suara berat membuat Nisa berpaling dari manekin di hadapannya.
“Hahaa, sorry baby.” Lala langsung berlari menghampiri si pemilik suara berat tersebut.
“Maafkan hamba terlambat mengantar tuan putri, Paduka” Nisa menghampiri Lala dan tunangannya, Ken, seraya sedikit membungkuk. Alhasil ketiganya tertawa karena tingkah polah Nisa tersebut.
“Haha, santai Nis, gue juga belom lama, kok.” ujar Ken setelah puas menertawai Nisa. “Lagian Bestman gue juga telat datengnya” lanjutnya lagi.
“Whoa, akhirnya gue gak jadi nyamuk di antara kalian berdua. Hehe” Nisa sedikit lega mendengar akan ada lagi yang datang.
“Eh iya, siapa bestman kamu jadinya, beb?” tanya Lala sambil melihat lihat koleksi kebaya di butik tersebut.
“Kenalan sendiri aja nanti, ya. Udah mau sampe sih, katanya” Jawab Ken yang matanya seakan mencari sesuatu di luar jendela. “Nah, itu dia orangnya” Ken melambaikan tangan pada sosok laki laki berpostur tinggi di balik pintu kaca.
Nisa pun ikut menoleh ke arah lelaki tersebut, namun sedetik kemudian tubuhnya membeku. Kelu. Perlahan ia coba untuk memejamkan matanya sejenak, mengatur napas dan kecepatan jantungnya yang mendadak berdegup lebih cepat dari biasanya, seakan akan ada yang menyuntikkan adrenalin ke dalam darahnya. Menyingkirkan bayangan yang sejak sore tadi memenuhi imajinya. Takut takut ia kembali mengangkat kedua kelopak matanya.
Masih ada! Oh, Tuhan ada apa denganku hari ini. Batin Nisa
“Hai, Ken. Sorry gue telat”. Suara khas yang sudah sangat familiar di telinga Nisa memenuhi ruangan bernuansa putih tersebut.
Kali ini Nisa memperhatikan Ken yang sangat akrab dengan lelaki tersebut. Entah apa yang mereka bicarakan, hanya sayup sayup yang terdengar oleh Nisa yang masih terombang ambing dalam benaknya. Nyawanya seakan terbang hendak meninggalkan raganya terpaku di lantai.
Lala yang melihat sahabatnya terdiam laksana patung, menghampirinya. “Nis, are you ok?”
“Juna, La” jawab Nisa lirih.
Lala mencoba memahami Nisa, diikutinya arah tatapan Nisa.
“Temennya Ken, Juna?” tanya Lala lirih. Ada nada terkejut di sana. Ditatap lagi sahabatnya yang masih bergeming itu dengan mimik bingung.
Nisa hanya bisa menggangguk lemah. Masih berusaha mengendalikan hati dan pikirannya. Mencoba mengumpulkan puzzle puzzle yang bertebaran seharian ini. Selama ini Lala hanya tahu tentang Juna dari cerita Nisa, tapi tidak pernah tahu seperti apa penampakan lelaki yang berhasil membuat sahabatnya gagal move on ini.
“Oh iya Jun, lo belom pernah ketemu tunangan gue, kan. Kenalin ini Lala dan yang pake hijab itu Nisa, sahabatnya Lala yang jadi briedsmaidnya juga” Ken dan Juna menghampiri Lala dan Nisa yang masih terdiam.
“Beb, ini loh Juna yang pernah jadi roomate aku dulu waktu di Jepang.” Ken menepuk Lala. Ia pun langsung berbalik menghadap lelaki berkacamata itu.
“Oo, Hai Jun. Akhirnya ketemu juga. Selama ini cuma sering denger cerita dari Ken aja”. Lala mengulurkan tangannya hendak menjabat tangan Juna yang sudah terulur lebih dulu. Nisa mendelik kaget mendengar ucapan Lala. Yang dilirik memasang ekspresi seakan berkata ‘entar gue ceritain’ pada Nisa.
“Hai, La.” Juna menyunggingkan senyumnya. Tapi matanya terpaku pada gadis di sebelah Lala.
“Faranisa Maheswari!” ucapnya terkejut ketika melihat gadis berhijab di hadapannya. Wajah yang sama, yang selalu dia ingat. Wajah yang selalu ia rindukan.
Nisa masih bergeming. Otaknya masih berusaha mencerna apa yang dilihatnya kini. Lelaki yang mengenakan kemeja biru muda dipadu dengan celana jins berwarna senada, yang sejak siang tadi memenuhi benak Nisa. Lelaki yang pernah singgah di hatinya bertahun tahun silam, yang kemudian menghilang tanpa jejak. Lelaki yang sama, yang ada di hadapannya kini.
“Arjuna Mahardika. What a surprise!” balas Nisa setelah berhasil mengendalikan dirinya.
Giliran Ken yang memandang Lala minta penjelasan atas adegan antara kedua sahabatnya yang saling memanggil nama lengkap itu. Lala hanya mengangkat kedua bahunya. Tak membantu.
“Bentar deh, kalian saling kenal? Jun? Nisa?” Ken mengungkapkan kebingungannya sejak tadi.
“Eng, kami satu sekolah dulu” Nisa yang menjawab mengundang tatapan tanya Juna pada Nisa.
“Eiya La, lo jadi pake kebaya yang mana” Nisa menarik Lala menjauh dari kedua pria tersebut dengan dalih kebaya. “Jadi selama ini lo kenal Juna?” bisik Nisa setelah agak jauh dari Juna dan Ken. Meminta penjelasan dari sahabatnya.
“Ngg… gak bisa dibilang kenal juga sih, Nis.” Lala bingung hendak memulai dari mana. “Gue cuma tau Ken punya sahabat namanya Juna. Temen sekamarnya dulu pas dia study di Jepang dan masih kontak meski udah lama gak ketemu. Tapi, ya gue baru ini ketemu dia.” jawab Lala panjang di sela sela memakai kebayanya. “Nis, help me.” lanjutnya cepat.
“Kok lo gak cerita, ke gue?” tanya Nisa sambil membantu merapatkan resleting di kebaya yang sedang dipakai Lala. “La, tahan perut lu coba, biar resletingnya bisa naek” Nisa mengalami sedikit kendala sedikit.
“Duh mati, gendutan ya, gue” Lala kemudian panik. Untungnya penjahit di butik tersebut langsung sigap mengatasi kepanikan Lala dan mereka sejenak melupakan pembahasan tentang Juna ini.
***
Setelah drama kebaya pengantin yang kekecilan dan kejutan oleh Juna yang masih menghadirkan tanda tanya besar di benak Nisa. Mereka berempat akhirnya sepakat untuk makan bersama dahulu sebelum pulang.
Dan karena Ken juga membawa mobil saat ke sini sedangkan Juna naik transportasi umum, akhirnya Lala ikut di mobil Ken dan Juna ikut di mobil Nisa. Mereka pun menuju mobil masing masing.
“Boleh aku yang setirin?” ujar Juna tiba tiba saat mereka sudah sampai di mobil Nisa.
“Lo tau tempatnya, kan?” Nisa balik bertanya.
“Tau kok.”
“Lo bisa nyetir? Punya SIM?” cecar Nisa lagi.
“Bisa dan aku punya SIM. So?”
Akhirnya Nisa menyerahkan kunci mobilnya ke lelaki berbadan tegap itu. Mobil Nisa pun melaju menembus gelapnya malam.
“Aku gak nyangka bisa ketemu kamu lagi, Nis” ujar Juna lirih memecah kesunyian di antara mereka.
“Gue lebih gak nyangka lo kenal sama Ken.” Sahut Nisa mencoba santai. “Dunia beneran sempit, ya”
Mereka pun kembali terdiam. Ada yang bergejolak dalam pikiran Nisa. Terlalu banyak yang ingin Nisa utarakan pada lelaki di sampingnya kini, namun terasa canggung.
“Jun…”
“Yes?” Juna masih fokus dengan kemudinya.
“Ini kayaknya bukan jalur yang disebut Ken tadi, deh” Nisa mulai menyadari ada yang salah.
“Tadi aku udah izin sama Ken dan Lala gak ikut makan bareng mereka.” Jawab Juna santai, pandangannya masih fokus ke depan, menatap jalanan yang masih ramai dengan kendaraan.
“What? Kok lo gak bilang, sih? Terus kita mau ke mana ini?” Cecar Nisa yang terkejut dengan jawaban Juna. Mencoba menebak nebak apa yang Juna pikirkan saat ini.
“Kita ke Cafe deket rumah kamu aja. Masih belom pindah kan rumahnya?” Juna melirik Nisa. “Udah jam segini juga, biar kamunya gak kemaleman. Masih ada jam malemnya, gak?” lanjut Juna lagi. Kali ini berhasil membuat Nisa tergelak.
“Oh my God, Juna. Masih inget aja jam malem. Haha.” Nisa tak bisa menahan tawanya. “It’s been years a go. But, yes. Masih ada jam malemnya, meski agak longgar dikit, gak seketat dulu.”
“Eh, tapi emang lo tau di dekat rumah ada Cafe?” Tanya Nisa cepat.
“Jujur, aku gak tau.” Cengiran khasnya terlukis di wajah Asia Juna.
“Lah… Hahaha”
Suasana dalam city car putih tersebut pun perlahan mencair. Namun tidak di benak Juna, yang masih berusaha mengendalikan jantungnya agar tidak keluar dari tempatnya karena terlalu kencang berpacu memompa darah ke sekujur tubuhnya. Apalagi setelah dia berhasil membuat wanita berhijab di sampingnya ini tertawa dengan kelakarnya tadi.
“Jun, kita ke situ aja, ya.” Nisa menujuk sebuah Cafe yang berada di kiri jalan. Juna pun menepikan mobil tersebut.
***
~~~ To be continue ~~~
Ternyata diam diam Juna cuma mau berdua Nisa aja, nih… Kira kira Juna mau ngapain ya sama Nisa?
Next : Chapter 2. Tak (Bisa) Melepas Kau, Senja
wah seru juga ya ini jalan ceritanya keren deh mbak bisa bikin cerita begitu semangat terus
hihi makasih yaa kakkk
Cerpennya bikin dagdigdug see deh ga kuat melting banget sama tokohnya bikin di luar dugaan
makasihhh kak,,
Jadi ikut dugeun-dugeun si Nisa ketemu lagi sama Juna. Jadi de ja vu masa muda. Haha. Waaahh mau ngobrol apa tu ya Juna sama Nisa? Nostalgia masa lalu dulu dong pastinya, selanjutnya terserah author mau digimanain mereka asalkan bahagya dan bikin yang baca ikut hepi 😄
wkwkw..jadi pada keinget jaman pacaran dulu ya momm
Penasaran lanjutannya, Nisa bakal sama Juna lagi gak ya atau ada kejutan lain nih
lebih seru kalo ada kejutan kali yaaa.. ditunggu yaaa kak :))
Ehh mba rula ternyata suka bikin cerpen.. aku ikut hanyut di ceritanya dan berasa muda lagi hahaha.. ditunggu lanjutannya mba🤭
hahaa.. iyaaa aku suka bikin cerpen.. makasihh udah bacaa :))
Hwaa.. ga nyangka bisa ketemu setalh 16 tahun berpisah, perasaan Nisa pasti sedang gonjang ganjing tuh ketemu sama Juna lagi. Duh, penasaran sama kelanjutannya.. kok aku ngarepnya mereka bisa balikan lagi, ya? 😆
jadi lebih memilih Nisa – Juna balikan nih ceritanya?
Ceritanya cukup menarik ya, memikat sebuah persahabatan yg kuat dgn layaknya saudara. Kisah seperti ini banyak sekali ditemui dlm lingkungan hidup kita sendiri dan bahkan kita sendiri kadang mengalaminya
yes, bener banget
Duh Nisa.. move on aja deh hahahaa Ceritanya jangan bikin baper gini dong. Ga tahan, mom :))))
mamaina ikutan baper yaa bacanyaaa?hihih
Baca nama Arjuna, kenapa aku jadi ingat Arjuna Mencari Cinta… Hoho.
Dan, aku penasaran sama kelanjutan ceritanya.
jiahaha Arjuna Mencari Cintaa.. hihi ditunggu ya kakk :))
Asyik, lanjut yuk lanjut. Kutunggu kelanjutannya. Makin seru aja ni si Nisa dan Juna. Kemarin baca di Ig, ternyata di sini yang panjangnya
iyes, ini yang versi lengkapnyaa. alias ga kepotong2.. untuk part 1 nyaaa hehe
Ya ampun, jadi keiinget dulu aku buat cerpen kurang lebih seperti ini, hihihi
Jadi kepingin buat cerpen lagi, seru kali yaa
bikin lagi mombelgie… hayooo ramaikann
aaaa baper banget sih sama ceritanya juna dan nisa,
publish kelanjutannya kapan lagi nih kak
selamat baper… chapter 2 siap2 lebih baper yaa… Aku akan publish di blog, kalo di Ig udh selesai per chapternya gituu :))
Kyaaa Rula bikin cerpen again, seru!
Aku sih pilih kalo kalian masih cinta balikan aja sih haahaa
cus lanjut ah, jangan bikin penasaran wkwkwk
haiii… aku udah mulai sering bikin di IG jugaa. wkwk.. sabar yaa nyipedeee
Asik ditulis di blog, makin seru bacanya kalo di blog, makin penasaran jg dong, jadi bayangin tulisan ini
lebih enak baca sekali panjang gini yaaa haha
ceritanya menarik sekali mba , tiap paragraf kasih keseruan yang berbeda, lanjutin dong mba ceritanya, bukukan kalau bisa hihihi
waha amiinn..mudah2an kalo udah kekumpul ceritanya bisa dibukukan. aamiin
Sudah lama gak baca cerpen begini di blog. Hayukk mba bikin lagi cerpen yang agak romantis hehehhee
ini sebenernya agak romantis yaa. hihi. tapi karenamasih chapter 1 jd belom munculll *yah bocoran dehh