“Lo kenapa beb? Kok dari tadi
diem aja sih?” Disya heran melihat sahabatnya yang menjadi pendiam sejak mereka
meninggalkan Panti Asuhan.
diem aja sih?” Disya heran melihat sahabatnya yang menjadi pendiam sejak mereka
meninggalkan Panti Asuhan.
Rani, yang di tanya hanya
menggeleng perlahan. Masih dengan wajah murungnya. Pikirannya masih tertinggal
di panti tadi. Bayangan Nisrina, anak perempuan berkaos biru itu selalu
menari-nari dalam benaknya kini. Kata-kata Bu Susi, Kepala Yayasan di panti
tersebut, masih terngiang-ngiang di benak Rani.
menggeleng perlahan. Masih dengan wajah murungnya. Pikirannya masih tertinggal
di panti tadi. Bayangan Nisrina, anak perempuan berkaos biru itu selalu
menari-nari dalam benaknya kini. Kata-kata Bu Susi, Kepala Yayasan di panti
tersebut, masih terngiang-ngiang di benak Rani.
“Empat tahun lalu ibu menemukannya di pinggir
jalan dalam keranjang bayi. Di dalam keranjang tersebut terdapat surat yang
sepertinya ditulis oleh ibu yang melahirkannya. Di sebutkan dalam surat itu
anak ini diberi nama Nisrina.”
jalan dalam keranjang bayi. Di dalam keranjang tersebut terdapat surat yang
sepertinya ditulis oleh ibu yang melahirkannya. Di sebutkan dalam surat itu
anak ini diberi nama Nisrina.”
Rani
menyandarkan kepalanya pada jok mobil, perlahan ia memejamkan matanya.
Dihirupnya udara melalui hidungnya, sebanyak mungkin memasukkan oksigen ke
dalam rongga paru-parunya kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Berulang
kali ia lakukan hal itu, mencoba untuk menenangkan pikirannya yang semrawut
saat ini.
menyandarkan kepalanya pada jok mobil, perlahan ia memejamkan matanya.
Dihirupnya udara melalui hidungnya, sebanyak mungkin memasukkan oksigen ke
dalam rongga paru-parunya kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Berulang
kali ia lakukan hal itu, mencoba untuk menenangkan pikirannya yang semrawut
saat ini.
“Beb,
are you really okay?” Disya semakin khawatir melihat Rani.
are you really okay?” Disya semakin khawatir melihat Rani.
Perlahan
Rani membuka matanya.
Rani membuka matanya.
Sudah saatnya Disya tahu. Ujar Rani dalam
hati.
hati.
“Beb, mampir di resto depan ya.
Gue mau curhat sama lo.” Akhirnya Rani bersuara.
Gue mau curhat sama lo.” Akhirnya Rani bersuara.
Walau agak heran, tapi Disya
kemudian langsung membelokkan kemudi mobilnya menuju restoran cepat saji yang di maksud Rani. Di dalam restoran dengan
interior berwarna lembut dan agak vintage tersebut, Rani dan Disya menempati
meja yang kosong agak di dalam.
kemudian langsung membelokkan kemudi mobilnya menuju restoran cepat saji yang di maksud Rani. Di dalam restoran dengan
interior berwarna lembut dan agak vintage tersebut, Rani dan Disya menempati
meja yang kosong agak di dalam.
Setelah memesan makanan dan
minuman, Rani masih kembali terdiam.
minuman, Rani masih kembali terdiam.
“Lo kenapa sih beb?” Disya
membuka pembicaraan.
membuka pembicaraan.
Rani menatap Disya sejenak,
mencoba mengumpulkan keberanian untuk menceritakan masa lalunya yang kelam itu.
Mimpi-mimpi buruk yang belakangan mulai menghantuinya lagi. Tapi, kepalanya
kembali tertunduk dan air mata membasahi pipinya lagi.
mencoba mengumpulkan keberanian untuk menceritakan masa lalunya yang kelam itu.
Mimpi-mimpi buruk yang belakangan mulai menghantuinya lagi. Tapi, kepalanya
kembali tertunduk dan air mata membasahi pipinya lagi.
“Kalo mau cerita, cerita aja beb.
Mudah-mudahan gue bisa bantu masalah lo ini.” Disya menggenggam tangan Rani,
berusaha memberi kekuatan pada sahabatnya sejak kuliah dahulu.
Mudah-mudahan gue bisa bantu masalah lo ini.” Disya menggenggam tangan Rani,
berusaha memberi kekuatan pada sahabatnya sejak kuliah dahulu.
Sekuat tenaga Rani mengangkat
kembali kepalanya, menatap Disya. Ada ketulusan seorang sahabat disana.
kembali kepalanya, menatap Disya. Ada ketulusan seorang sahabat disana.
Dan dengan perlahan mengalirlah
segala hal yang mengganjal di pikiran Rani belakangan ini. Tentang mimpi
buruknya, yang selalu membuatnya terbangun setiap pukul 2 dini hari. Kunjungan
mereka ke Panti tadi pagi. Anak perempuan bernama Nisrina. Penjelasan Bu Susi.
Semuanya mengalir dengan lancar dari mulut Rani. Sambil sesekali mengusap air
mata yang masih terus mengalir membentuk dua aliran sungai di pipinya.
segala hal yang mengganjal di pikiran Rani belakangan ini. Tentang mimpi
buruknya, yang selalu membuatnya terbangun setiap pukul 2 dini hari. Kunjungan
mereka ke Panti tadi pagi. Anak perempuan bernama Nisrina. Penjelasan Bu Susi.
Semuanya mengalir dengan lancar dari mulut Rani. Sambil sesekali mengusap air
mata yang masih terus mengalir membentuk dua aliran sungai di pipinya.
“Nisrina itu anak gue beb. Dia
anak yang pernah ada di rahim gue. Anak yang gue lahirin. Yang kemudian gue
tinggalin di pinggir jalan. Empat tahun lalu.” Bahu Rani berguncang karena
isakannya. Disya memeluk erat sahabatnya itu. Memberikan kekuatan.
anak yang pernah ada di rahim gue. Anak yang gue lahirin. Yang kemudian gue
tinggalin di pinggir jalan. Empat tahun lalu.” Bahu Rani berguncang karena
isakannya. Disya memeluk erat sahabatnya itu. Memberikan kekuatan.
“Lo beneran yakin itu anak lo,
beb?”
beb?”
“Terus sekarang lo mau gimana? Mau
adopsi dia?”
adopsi dia?”
Rani menatap Disya dengan
bingung. Kemudian menggeleng lesu.
bingung. Kemudian menggeleng lesu.
“Lo tahu nggak kenapa gue
tinggalin bayi gue di pinggir jalan tengah malem, empat tahun lalu?” ujar Rani.
Disya menggeleng, tak mengerti maksud sahabatnya itu.
tinggalin bayi gue di pinggir jalan tengah malem, empat tahun lalu?” ujar Rani.
Disya menggeleng, tak mengerti maksud sahabatnya itu.
“Keluarga gue beb.”…. “Mereka nggak mau terima kondisi
bayi gue yang..” Rani kembali terisak
bayi gue yang..” Rani kembali terisak
“Cacat maksud lo?” Disya menatap
tajam pada Rani yang menggangguk lesu.
tajam pada Rani yang menggangguk lesu.
Terbayang wajah cantik anak perempuan
berkaos biru dalam benak Disya. Cantik, siapa saja yang melihatnya pasti
menyukainya. Hanya saja, ia tidak dapat berbicara.
berkaos biru dalam benak Disya. Cantik, siapa saja yang melihatnya pasti
menyukainya. Hanya saja, ia tidak dapat berbicara.
“Tapi itu kan empat tahun yang
lalu beb.. Mungkin aja keluarga lo udah melunak sekarang. Apalagi anak lo itu
cantik dan terlihat seperti anak normal lainnya kan?” Disya masih terus
meyakinkan Rani.
lalu beb.. Mungkin aja keluarga lo udah melunak sekarang. Apalagi anak lo itu
cantik dan terlihat seperti anak normal lainnya kan?” Disya masih terus
meyakinkan Rani.
“Mungkin.. Memang ada kemungkinan
keluarga gue bisa terima anak gue setelah empat tahun.” Rani terdiam sejenak,
masih ada yang mengganjal di hatinya.
keluarga gue bisa terima anak gue setelah empat tahun.” Rani terdiam sejenak,
masih ada yang mengganjal di hatinya.
“Tapi… Apa Ferdi dan keluarganya bisa
terima anak gue itu beb?” Rani memandang Disya sedih.
terima anak gue itu beb?” Rani memandang Disya sedih.
Ferdi, lelaki yang tidak lebih
dari satu bulan lagi akan mengikat janji dengan Rani. Lelaki yang mampu
meyakinkan Rani bahwa tidak semua lelaki itu tidak bertanggung jawab. Lelaki yang
sangat menyayangi Rani.
dari satu bulan lagi akan mengikat janji dengan Rani. Lelaki yang mampu
meyakinkan Rani bahwa tidak semua lelaki itu tidak bertanggung jawab. Lelaki yang
sangat menyayangi Rani.
“Gue nggak yakin beb. Gue nggak
yakin Ferdi bisa terima masa lalu gue yang ini” Rani menutup mukanya dengan
kedua tangannya. Bahunya kembali berguncang.
yakin Ferdi bisa terima masa lalu gue yang ini” Rani menutup mukanya dengan
kedua tangannya. Bahunya kembali berguncang.
“Kalo dia bener-bener sayang sama
lo, dia pasti bisa terima semua kelebihan dan kekurangan lo beb.” Disya memeluk
erat sahabatnya yang semakin terlihat rapuh itu.
lo, dia pasti bisa terima semua kelebihan dan kekurangan lo beb.” Disya memeluk
erat sahabatnya yang semakin terlihat rapuh itu.
Semoga. Ujar Rani dalam hati
Cerita sebelumnya : Kenalan Yuk!
Hari ke 2 #13hariNgeblogFF
Leave a Reply