Senja mengajarkanku bahwa mentari selalu berganti dengan rembulan.
Senja juga yang mengingatkanku bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini.
“Ran, makan yuk! Mumpung masih anget makanannya. Gak enak kalo udah dingin.” Bagas memanggil Rania yang sejak tadi terdiam di depan jendela apartemennya. Memandang keluar dengan tatapan kosong. Entah apa yang dipikirkannya saat ini.
“Ran..” ditepuknya pundak wanita terkasihnya itu pelan. Rania terkesiap, tersadar dari lamunannya.
“Gas, maaf. Aku melamun lagi, ya?” Rania berbalik menghadap lelaki bertubuh tegap itu.
“Kangen Senja, ya?” Rania mengangguk, mengiyakan pertanyaan Bagas. Dipeluknya Rania.
“Aku juga sering kangen Senja, tapi yang bisa kita lakukan hanya berdoa untuk Senja, Ran.” Ditatapnya Rania yang mulai menangis di pelukannya.
“Senja udah bahagia di Surga, Ran. Udah gak sakit lagi. Dan Senja pasti gak mau lihat mamanya bersedih terus seperti ini. Senja pasti mau mamanya kuat, bahagia. Aku tahu kamu bisa, Ran” Bagas mengeratkan pelukannya. Memberikan kekuatan pada Rania yang masih rapuh sejak kepergian anak semata wayang mereka setahun lalu.
“Kita bisa, Ran” ucapnya lirih.
***
“Mama…” seorang gadis kecil dengan gaun putih berlari menghampiri Rania dengan ceria. Dengan segera Rania belutut dan meyambut hangat malaikat kecilnya itu.
“Sayaaaang Mama…”ujar gadis kecil itu sambil berlompat ke pelukan Rania.
“Mama juga sayaaang Senja” diciumnya kepala gadis kecilnya dengan sayang. Hingga tak terasa kedua pipinya sudah basah dengan air mata.
“Mama kenapa nangis?” Senja mendongak, tangannya menyentuh pipi kanan mamanya yang basah. Mencoba menghapus jejak air mata di sana.
Rania hanya bisa terdiam sambil menatap lekat lekat wajah peri kecil di hadapannya itu.
“Mama jangan sedih lagi, ya.” Ujar anak semata wayangnya.
“Mama rindu, Senja” Rania memeluk Senja lagi. Tak sanggup membendung rasa rindu di hatinya yang teramat sangat.
“Senja juga rindu Mama, rindu Papa juga” senyumnya merekah di wajah mungilnya.
“Senja mau Mama dan Papa bahagia. Karena Senja juga bahagia di sini, Ma.”
“Janji ya, Ma”
“Mama janji, mama akan bahagia, sayang” Rania mengangguk, mengiyakan permintaan Senja.
“Senja pamit ya, Ma. Senja harap kita bisa berkumpul lagi di sini” perlahan Senja melepaskan pelukan Mamanya.
“Senja sayang Mama” ujar Senja sambil melangkah mundur meninggalkan Rania yang masih berusaha menggenggam jemari gadis kecilnya. Hingga akhirnya terlepas dan Senja menghilang di balik cahaya berkilau di hadapannya.
“SENJAAA”.. Rania terbangun dari tidurnya dengan air mata yang mengalir deras di kedua pipinya.
“Mama janji akan bahagia, sayang.”
***
Sore ini matahari masih bersinar dengan cerahnya. Langit pun masih terhias gumpalan kapas putih berbagai bentuk menggemaskan.
Bagas memandangi batu nisan yang mengukirkan nama Senja di hadapannya. Ada rasa hangat mengalir di kedua pipinya. Diusapnya batu nisan berwarna hitam tersebut dengan tangan kanannya, seraya melafazkan doa dalam hati untuk putri tersayangnya.
“Senja, maafkan Papa yang baru bisa jenguk kamu lagi ya, Nak.” Ujar Bagas lirih. “Dan maafkan Papa yang masih datang sendiri, tidak bersama Mamamu, Nak. Karena ternyata Mama masih butuh waktu untuk mengikhlaskanmu, sayang.” Dikecupnya batu nisan tersebut.
“Terima kasih sudah pernah hadir dalam hidup Mama dan Papa ya, sayang. Meskipun hanya sebentar, tapi Papa bangga pernah menjadi papanya Senja.”
“Senja mengajarkan Papa banyak hal, Nak. Senja yang kuat dan selalu ceria meskipun tidak bisa bebas bermain seperti anak lain seusiamu karena harus terbaring di rumah sakit. Senja juga yang selalu bilang ‘Senja baik baik aja, Pa’, padahal Papa tahu kamu sedang berjuang menahan sakit di sekujur tubuh mungilmu.” Bagas terdiam. Tak kuasa menahan bendungan di kedua matanya ketika kenangan akan putrinya yang baru berusia 5 tahun berjuang dengan Leukimianya terputar lagi dalam benaknya.
“Maafkan Papa, Nak.” Kepalanya tertunduk dalam. Semua yang mengganjal dalam hatinya seakan berlomba lomba untuk keluar saat ini.
Sudah cukup lama Bagas memendam semuanya sendiri. Iya, Bagas tidak ingin Rania mengetahui sisi terlemahnya saat ini. Ia tetap ingin menjadi suami yang kuat dan tegar di mata Rania. Tapi sepertinya ia sudah mencapai batasnya.
“Bagas..” Bagas terkesiap, menengadahkan wajahnya mencari sumber suara yang memanggilnya. Suara yang sangat akrab di telinganya selama 7 tahun ini.
Rania, istri tercinta, yang juga Mamanya Senja kini ada di hadapannya. Melihatnya rapuh, ringkih di depan pusara anak mereka.
Bagas terdiam. Lama.
Rania menghampiri Bagas yang masih bergeming di sisi kanan pusara Senja. Dipandanginya wajah lelaki terkasihnya itu. Wajah lelah dan sedih yang hampir tak pernah diperlihatkan saat bersama Rania kini terpampang nyata di hadapannya. Bagas yang biasanya kuat dan tegar, kini rapuh di hadapan pusara Senja.
“Maafin aku ya, Gas. Selama ini aku berpikir hanya duniaku yang runtuh sejak kepergian Senja. Aku gak berpikir kalo duniamu pun ikut runtuh. Maaf karena aku hanya memikirkan diriku sendiri, Gas” ujar Rania lirih sambil bersandar pada bahu kiri Bagas. Yang disambut oleh tangan kiri Bagas, membawanya lebih dalam ke pelukan Bagas. Tangis Rania pun pecah seketika.
Terputar kembali kenangan setahun ke belakang. Ketika Bagas yang selalu di sisinya, menopang tubuh Rania yang kehabisan tenaga setelah dokter menyatakan anak semata wayang mereka sudah tidak bernyawa lagi. Bagas yang dengan tegar ikut menguburkan jasad putri kecilnya. Bagas yang selalu berusaha menghibur Rania, menguatkan Rania yang terlalu larut dalam kesedihannya.
“Maafin aku, Gas.”
“Maafin Mama, Senja” Rania menatap Nisan batu yang bertuliskan nama malaikat kecilnya. Rania pun tak mampu berkata-kata lagi, selain lafadz doa yang tak henti terucap dalam hatinya.
Serupa dengan Rania, Bagas terdiam memandang gundukan tanah bertabur kelopak bunga yang ia sebarkan saat awal datang tadi. Hatinya masih mengucap doa untuk putri kecilnya.
Matahari semakin mendekati cakrawala.
Perlahan Bagas bangkit berdiri. Kemudian mengulurkan kedua tangannya hendak membantu Rania berdiri.
“Sebentar.” Ujar Rania sambil membuka tasnya, mencari sesuatu di dalamnya.
“Aku hampir lupa. Sebenarnya aku ke sini mau kasih tau ke Senja dan kamu sekalian.” Rania mengeluarkan selembar kertas berlatar hitam dengan siluet putih.
“Ran, ini…” Bagas memandang Rania dengan keterkejutan sekaligus bahagia ketika melihat lembaran yang dipegang Rania.
Rania menggangguk seraya menyerahkan lembar hasil USG yang menunjukkan adanya kehidupan baru dalam rahim Rania itu pada Bagas yang masih terkejut.
“Doa Senja terkabul, Nak. Senja akan punya adik.” Rania menatap pusara Senja. Teringat olehnya, saat sebelum kritis, Senja pernah meminta adik pada Rania dan Bagas untuk menjadi teman bermainnya. Namun, belum sempat keinginannya terwujud, Senja sudah lebih dulu meninggalkan mereka.
“Ran, ini beneran?”Bagas masih mencerna kejutan dari wanita tersayangnya tersebut.
“Iya, Gas” jawaban Rania disambut pelukan hangat oleh Bagas.
Rasa syukur yang teramat sangat membuat keduanya tak mampu menahan bendungan di pelupuk mata mereka. Kerinduan mereka akan Senja mungkin akan segera terobati dengan hadirnya makhluk mungil yang kini bersemayam dalam perut Rania. Meskipun tidak akan pernah ada yang bisa menggantikan posisi Senja di hati keduanya. Tapi mereka percaya Tuhan tidak ingin Bagas dan Rania berlama lama dalam kekalutan mereka akan kehilangan Senja. Atau mungkin justru Senja yang meminta pada Tuhan untuk memberikan kejutan ini?
“Terima kasih, Tuhan. Terima kasih, Senja”
kapan terbitnya mom di gramedia bukunya? hehehe
cerita senja yg manis.. :’)
Waahh doakan saja.. tapi masih kurang ini kalo mau dijadiin buku huhu
Seru bgt ceritanya. Jd inget novel Critical Eleven, si ibu juga butuh waktu mengikhlaskan anaknya yg meninggal dan akhirnya bisa ikhlas dan punya adik untuk anaknya yg pertama.
Kok aku lupa ya.. emang di Critical Eleven dia punya anak lg ya? Haha. Musti baca lagi nihh
Aq jg nginget2 d CE emankny ampe ada crta hamil lagi ya?🤣
Nahkan.. haha
Nangis baca ini aku…
Oh ya aku juga udah baca di IG nya mam, tapi ini beneran fiksi aja khan?
Hihi. Iya ini fiksi kok mom..
Aku berasa ada di dalam ceritanya saking menghayatinya ❤ suka bngt ka ceritanya ..
Terima kasihh
Awalnya sedih tapi berujung bahagia. 🙂
Semangat mom terus berlatih nulis..
Semangatt💪🏻💪🏻. Terima kasih mom
Mom, ini based on true story apa nggak sih? Kayanya kamu menghayati banget nulis cerita ini..
Gak juga sih mom.. tapi emang ada sih tetangga yg anak pertamanya udah meninggal dan belum lama melahirkan anak kedua. Tp aku cuma tau begitu doang. Hehe.
Yah aku sedih donk bacanya..
Ceritanya bagus deh mam..
Aku nunggu tulisanmu lagi ya mam..
Maaf yaa bikin sedihh.. makasih udah baca mom😘😘
Semoga Senja semakin bahagia dengan akan hadirnya sosok adik yang ia pernah minta. Boleh kunamai ia Arunika? Malaikat kecil yang lahir saat matahari menyapa. Semangat baru bagi Bagas & Rania 🙂
Wahh.. terima kasih mom rantyy😍😍😍
Dulu sempet mau pake aruna atau aruni jugaa..
Keikhlasan memberikan kehidupan baru.. oh senjaa knpa drmu pergi scpat iti ..padahal ku bru mengenalmu😍
Lagii donk mbaa… tp bkin yg comedy.. hihihi *rikues
Ahsyedapp.. makasih umi..
Belom pernah bikin komedii🙈🙈
Aku suka bgt cerita fiksi. Dulu aku juga suka buat dan temen² suka.
Keren! Lanjutkan mom
mom rula hobinya nulis ya… dulu sekolah jurusan apa mom? sastra bahasa ya?
Hihi iya emang hobi nulis. Kuliahnya di Fisioterapi,momul.. ga nyambung yaa🙈🙈
Mom Rulaaa aku nangis doong… Keren kamu.. Semoga bisa lekas dikemas jadi novel yaa Aamiin
Sedih, terharu, berasa ada dalam ceritanya 😭
Semangat berkarya yaa mama Adhis 😘😘
Makasihh mom avrinnn😘😘