“Non Rani dari mana aja, toh?” ujar
wanita paruh baya yang membukakan pintu rumahnya. Ada kekhawatiran terpancar
dari wajahnya.
wanita paruh baya yang membukakan pintu rumahnya. Ada kekhawatiran terpancar
dari wajahnya.
“Nggak dari mana-mana kok mbok.
Ada apa memangnya?” Rani menatap heran pada Mbok Minah yang telah mengabdi
puluhan tahun di keluarganya itu.
Ada apa memangnya?” Rani menatap heran pada Mbok Minah yang telah mengabdi
puluhan tahun di keluarganya itu.
“Engg.. anu non.. Sejak tadi pak
Ferdi telepon terus nanyain non Rani sudah pulang atau belum. Tadi juga sempat
ke sini nyariin non Rani.”
Ferdi telepon terus nanyain non Rani sudah pulang atau belum. Tadi juga sempat
ke sini nyariin non Rani.”
“Oh.. ponsel saya memang mati
mbok, jadi memang tidak bisa di hubungi”
mbok, jadi memang tidak bisa di hubungi”
“Oh, iya mbok Minah.. Hari ini
saya sangat lelah. Saya ingin langsung istirahat saja. Kalau ada yang telepon
nyariin saya bilang saja saya sudah tidur ya mbok.” Ujar Rani sebelum memasuki
kamarnya.
saya sangat lelah. Saya ingin langsung istirahat saja. Kalau ada yang telepon
nyariin saya bilang saja saya sudah tidur ya mbok.” Ujar Rani sebelum memasuki
kamarnya.
“Baik, non” Mbok Minah pun
berbalik meninggalkan Rani sendirian di kamarnya.
berbalik meninggalkan Rani sendirian di kamarnya.
Setelah menutup kembali pintu
kamarnya, Rani kemudian menghempaskan tubuhnya di atas kasur beralaskan seprai
dan bed cover berwarna biru langit, warna kesukaannya itu. Sejenak ia coba
memejamkan kedua matanya. Terngiang percakapannya dengan bu Susi sore tadi saat
ia mengunjungi Panti Asuhan.
kamarnya, Rani kemudian menghempaskan tubuhnya di atas kasur beralaskan seprai
dan bed cover berwarna biru langit, warna kesukaannya itu. Sejenak ia coba
memejamkan kedua matanya. Terngiang percakapannya dengan bu Susi sore tadi saat
ia mengunjungi Panti Asuhan.
“Badannya panas sejak kemarin. Tapi sudah ibu beri obat penurun panas, sekarang
dia sedang tidur dikamarnya.” Ujar bu Susi ketika Rani menanyakan dimana
Nisrina, karena ia tidak melihat anak tersebut di ruang bermain panti asuhan.
dia sedang tidur dikamarnya.” Ujar bu Susi ketika Rani menanyakan dimana
Nisrina, karena ia tidak melihat anak tersebut di ruang bermain panti asuhan.
“Sudah di periksa ke dokter bu?” tanya Rani cemas. Yang hanya di jawab
dengan gelengan kepala oleh bu Susi. Rani mengerti, memang ada keterbatasan di
panti tersebut.
dengan gelengan kepala oleh bu Susi. Rani mengerti, memang ada keterbatasan di
panti tersebut.
“Kita bawa saja Nisrina ke klinik terdekat sekarang bu” Rani mencoba
menawarkan bantuannya.
menawarkan bantuannya.
“Tidak usah nak Rani. Mudah-mudahan panasnya akan turun malam ini.” Bu
Susi mencoba menenangkan Rani.
Susi mencoba menenangkan Rani.
“Tapi bu…”ujar Rani cemas.
“Nanti, kalau memang panasnya tidak turun juga baru kita bawa ke
dokter”
dokter”
***
Rani berdiri dalam ruangan yang
semua interiornya berwarna putih. Bau khlorin khas rumah sakit tercium dari
hidungnya. Di lihatnya seorang wanita paruh baya yang sudah ia hapal betul
bentuk wajahnya.
semua interiornya berwarna putih. Bau khlorin khas rumah sakit tercium dari
hidungnya. Di lihatnya seorang wanita paruh baya yang sudah ia hapal betul
bentuk wajahnya.
“Ibu sedang apa di sini?” tanya
Rani heran melihat bu Susi terdiam menunduk dan bersandar pada tembok putih
koridor rumah sakit itu.
Rani heran melihat bu Susi terdiam menunduk dan bersandar pada tembok putih
koridor rumah sakit itu.
Bu Susi mengangkat wajahnya,
kemudian menoleh ke arah kiri dari tempat Rani berdiri. Rani mengikuti arah
pandang bu Susi yang ternyata adalah kamar tempat pasien anak-anak dirawat. Entah
apa yang membuat Rani melangkahkan kedua kakinya menuju kamar tersebut. Dilihatnya
seorang anak bertubuh gempal berbaring di salah satu tempat tidur di dalam
kamar itu. Setengah berlari Rani menghampiri anak kecil yang ternyata adalah
Nisrina, anaknya.
kemudian menoleh ke arah kiri dari tempat Rani berdiri. Rani mengikuti arah
pandang bu Susi yang ternyata adalah kamar tempat pasien anak-anak dirawat. Entah
apa yang membuat Rani melangkahkan kedua kakinya menuju kamar tersebut. Dilihatnya
seorang anak bertubuh gempal berbaring di salah satu tempat tidur di dalam
kamar itu. Setengah berlari Rani menghampiri anak kecil yang ternyata adalah
Nisrina, anaknya.
Matanya terpejam, bibirnya
terlihat pucat. Meskipun demikian, bibir pucat tersebut membentuk senyuman.
Jemari tangan kanan Rani membelai pipi montoknya. Dingin.
terlihat pucat. Meskipun demikian, bibir pucat tersebut membentuk senyuman.
Jemari tangan kanan Rani membelai pipi montoknya. Dingin.
“Sayang, ini Bunda datang. Kamu
buka dong matanya” ujar Rani setengah berbisik. Tubuh gempal dihadapannya tidak
bereaksi sama sekali.
buka dong matanya” ujar Rani setengah berbisik. Tubuh gempal dihadapannya tidak
bereaksi sama sekali.
“Nis..” Rani mencoba mengguncang
kedua bahu anaknya itu. Tetap tidak ada reaksi.
kedua bahu anaknya itu. Tetap tidak ada reaksi.
Di tatapnya Bu Susi, sudah berada
di sampingnya kini. Wanita paruh baya tersebut hanya menggeleng perlahan
kemudian menunduk.
di sampingnya kini. Wanita paruh baya tersebut hanya menggeleng perlahan
kemudian menunduk.
“Nggak… Nggak mungkin..” Rani
masih berusaha mengguncang kedua bahu Nisrina. Aliran hangat pun mengalir di
kedua pipinya. Dan bibirnya pun tak berhenti meneriakkan nama anak perempuan
yang belum lama ini dipertemukan kembali dengannya.
masih berusaha mengguncang kedua bahu Nisrina. Aliran hangat pun mengalir di
kedua pipinya. Dan bibirnya pun tak berhenti meneriakkan nama anak perempuan
yang belum lama ini dipertemukan kembali dengannya.
“Jangan tinggalin Bunda, sayang..
Maafin bunda… Bunda sayang Nisrina…”
Maafin bunda… Bunda sayang Nisrina…”
……
***
“Selamat pagi bu Susi” sapa Rani pada
wanita yang masih terlihat cantik ini.
wanita yang masih terlihat cantik ini.
“Loh, nak Rani, selamat pagi. Ada
apa ini pagi-pagi sudah mengunjungi Panti, tumben.” Senyum khas bu Susi tidak
pernah lepas dari wajahnya.
apa ini pagi-pagi sudah mengunjungi Panti, tumben.” Senyum khas bu Susi tidak
pernah lepas dari wajahnya.
“Hanya ingin melihat keadaan
Nisrina bu, apa panasnya sudah turun?” Rani langsung ke tujuan utamanya datang
ke Panti pagi itu. Perasaannya tidak tenang setiap mengingat mimpinya semalam. Kemudian
rani menceritakan perihal mimpi buruknya semalam pada bu Susi.
Nisrina bu, apa panasnya sudah turun?” Rani langsung ke tujuan utamanya datang
ke Panti pagi itu. Perasaannya tidak tenang setiap mengingat mimpinya semalam. Kemudian
rani menceritakan perihal mimpi buruknya semalam pada bu Susi.
“….”
“Saya hanya khawatir dengan
keadaan Nisrina, Bu?” ujar Rani menjelaskan.
keadaan Nisrina, Bu?” ujar Rani menjelaskan.
“Nak Rani sepertinya mempunyai
sambungan hati jarak jauh dengan Nisrina. Semacam ikatan batin antara Ibu
dengan anaknya.” Ujar bu Susi.
sambungan hati jarak jauh dengan Nisrina. Semacam ikatan batin antara Ibu
dengan anaknya.” Ujar bu Susi.
“Memang, suhu tubuh Nisrina mencapai
tiga puluh sembilan derajat semalam. Dia juga mengigau, sepertinya memanggil
nama nak Rani. Tapi tidak terdengar jelas.” bu Susi kemudian. “Tapi, pagi ini sudah kembali
normal kok. Sejak semalam sudah di kompres dan di beri obat penurun panas.” lanjut bu Susi menenangkan Rani.
tiga puluh sembilan derajat semalam. Dia juga mengigau, sepertinya memanggil
nama nak Rani. Tapi tidak terdengar jelas.” bu Susi kemudian. “Tapi, pagi ini sudah kembali
normal kok. Sejak semalam sudah di kompres dan di beri obat penurun panas.” lanjut bu Susi menenangkan Rani.
Dihampirinya gadis kecilnya itu
yang masih terbaring di atas tempat tidur. Seakan mengetahui kedatangan Rani,
gadis itu membuka matanya kemudian tersenyum bahagia melihat Rani yang langsung
memeluknya.
yang masih terbaring di atas tempat tidur. Seakan mengetahui kedatangan Rani,
gadis itu membuka matanya kemudian tersenyum bahagia melihat Rani yang langsung
memeluknya.
“Bunda sayang Nisrina” bisik
Rani dalam pelukannya.
Rani dalam pelukannya.
Cerita sebelumnya : Cuti Sakit Hati
Hari ke-5 #13hariNgeblogFF
Leave a Reply