Siang itu Ferdi mengarahkan laju
kemudi sedan hitamnya ke wilayah timur Jakarta, tepatnya daerah Rawamangun,
dimana terdapat sebuah ruko perkantoran tempat Rani bekerja. Hampir habis
kesabaran Ferdi menunggu respon dari Rani yang tak kunjung datang, baik melalui
telepon ataupun pesan singkat.
kemudi sedan hitamnya ke wilayah timur Jakarta, tepatnya daerah Rawamangun,
dimana terdapat sebuah ruko perkantoran tempat Rani bekerja. Hampir habis
kesabaran Ferdi menunggu respon dari Rani yang tak kunjung datang, baik melalui
telepon ataupun pesan singkat.
Sehabis meeting dengan klien di daerah Salemba, Ferdi berinisiatif untuk
menghampiri Rani di kantornya. Ia yakin akan bertemu dengan Rani siang ini.
Rani tidak jarang keluar kantor jika masih dalam jam kerja. Rani tipe wanita
workaholic, jabatannya yang lumayan tinggi di perusahaan tersebut membuatnya
seperti tidak memiliki waktu luang untuk beristirahat. Seperti itulah Rani yang ia kenal dulu.
menghampiri Rani di kantornya. Ia yakin akan bertemu dengan Rani siang ini.
Rani tidak jarang keluar kantor jika masih dalam jam kerja. Rani tipe wanita
workaholic, jabatannya yang lumayan tinggi di perusahaan tersebut membuatnya
seperti tidak memiliki waktu luang untuk beristirahat. Seperti itulah Rani yang ia kenal dulu.
Setelah memastikan sedan hitamnya
terparkir dengan benar, Ferdi pun melangkahkan kakinya masuk ke salah satu Ruko
berlapis cat ungu muda di hadapannya. Resepsionis cantik berambut lurus sebahu
yang sudah sangat ia kenal menyapanya dengan hangat. Hampir semua karyawan di
kantor ini sudah mengenalnya, terutama resepsionis yang selalu menyapanya
dengan hangat dan lembut itu.
terparkir dengan benar, Ferdi pun melangkahkan kakinya masuk ke salah satu Ruko
berlapis cat ungu muda di hadapannya. Resepsionis cantik berambut lurus sebahu
yang sudah sangat ia kenal menyapanya dengan hangat. Hampir semua karyawan di
kantor ini sudah mengenalnya, terutama resepsionis yang selalu menyapanya
dengan hangat dan lembut itu.
Setiap jam pulang kantor, Ferdi
selalu menyempatkan diri untuk menjemput Rani ke kantornya, atau sekedar
mengajaknya makan siang jika kebetulan habis meeting dengan klien di Kelapa Gading. Meskipun Rani selalu
melarangnya, “Nggak usah repot-repot jemput aku, mas” katanya waktu itu. Yang
selalu Ferdi jawab dengan “Buat kamu, apa sih yang nggak?” kemudian cubitan
kecil mendarat di lengan Ferdi yang kekar, hasil yang ia dapat setelah rajin
ngegym selama beberapa bulan. Ia rindu cubitan kecil Rani setiap ia habis
berkata gombal dan merayu. Ia rindu wajah malu-malu Rani setiap Ferdi memuji
kecantikannya itu.
selalu menyempatkan diri untuk menjemput Rani ke kantornya, atau sekedar
mengajaknya makan siang jika kebetulan habis meeting dengan klien di Kelapa Gading. Meskipun Rani selalu
melarangnya, “Nggak usah repot-repot jemput aku, mas” katanya waktu itu. Yang
selalu Ferdi jawab dengan “Buat kamu, apa sih yang nggak?” kemudian cubitan
kecil mendarat di lengan Ferdi yang kekar, hasil yang ia dapat setelah rajin
ngegym selama beberapa bulan. Ia rindu cubitan kecil Rani setiap ia habis
berkata gombal dan merayu. Ia rindu wajah malu-malu Rani setiap Ferdi memuji
kecantikannya itu.
Hubungannya dengan Rani sudah
berjalan selama dua tahun dan beberapa hari lagi mereka akan disatukan dalam
ikatan pernikahan. Namun tiba-tiba sikap Rani berubah, semakin menjauh dan
tanpa alasan. Keluarga besarnya sudah menanyakan perihal rencana pernikahannya
dengan Rani yang tinggal hitungan hari tersebut.
berjalan selama dua tahun dan beberapa hari lagi mereka akan disatukan dalam
ikatan pernikahan. Namun tiba-tiba sikap Rani berubah, semakin menjauh dan
tanpa alasan. Keluarga besarnya sudah menanyakan perihal rencana pernikahannya
dengan Rani yang tinggal hitungan hari tersebut.
“Tapi,
dia selingkuh beb. Gue liat sendiri dia lagi ciuman sama temen kantornya itu”
dia selingkuh beb. Gue liat sendiri dia lagi ciuman sama temen kantornya itu”
Deg!
Langkah kaki Ferdi terhenti,
tangannya yang sudah memegang handle pintu pun menegang, kaku. Dirasakannya amarah
yang tersirat dalam suara wanita yang berbicara tadi. Suara yang sudah ia hapal
betul, suara Rani.
tangannya yang sudah memegang handle pintu pun menegang, kaku. Dirasakannya amarah
yang tersirat dalam suara wanita yang berbicara tadi. Suara yang sudah ia hapal
betul, suara Rani.
Ra.. rani melihat Sisca menciumku, di kantor?
Seketika tubuhnya kaku. Berbagai macam
hal mulai memasuki pikirannya. Sama-samar masih terdengar percakapan dari dalam
ruangan di balik pintu kayu dihadapannya. Perbincangan dua orang sahabat,
Disya dan Rani. Sesekali terdengar isak tangis dari salah satu wanita di dalam,
Rani.
hal mulai memasuki pikirannya. Sama-samar masih terdengar percakapan dari dalam
ruangan di balik pintu kayu dihadapannya. Perbincangan dua orang sahabat,
Disya dan Rani. Sesekali terdengar isak tangis dari salah satu wanita di dalam,
Rani.
“Lo juga berharap Ferdi dan keluarganya mau
nerima keberadaan Nisrina kan, beb?”
nerima keberadaan Nisrina kan, beb?”
Seakan
tidak percaya pada pendengarannya Ferdi
menempelkan telinga kirinya ke pintu, “Siapa Nisrina?” hatinya bertanya.
tidak percaya pada pendengarannya Ferdi
menempelkan telinga kirinya ke pintu, “Siapa Nisrina?” hatinya bertanya.
“Please, jujur sama diri
lo sendiri beb. Jangan bohongin hati lo lagi.”
lo sendiri beb. Jangan bohongin hati lo lagi.”
“Gue terlalu sayang dia beb. Gue nggak mau
kehilangan dia. Tapi gue juga nggak mau kehilangan anak gue lagi beb.”
kehilangan dia. Tapi gue juga nggak mau kehilangan anak gue lagi beb.”
“Gue takut beb. Gue takut mas Ferdi nggak mau
terima keberadaan anak gue dan lebih memilih wanita itu dibanding gue. Gue
takut beb.”
terima keberadaan anak gue dan lebih memilih wanita itu dibanding gue. Gue
takut beb.”
“Nisrina? Anak?” ujar Ferdi semakin tidak mengerti dengan pembicaraan didalam.
Tidak dapat menahan lagi rasa
keingintahuannya akan apa yang baru saja ia dengar dari balik pintu, Ferdi pun
akhirnya memutar handle pintu, mendorongnya hingga terbuka lebar. Dilihatnya
kedua wanita yang sedang duduk di sofa berwarna coklat tersebut terkejut
melihat kedatangannya.
keingintahuannya akan apa yang baru saja ia dengar dari balik pintu, Ferdi pun
akhirnya memutar handle pintu, mendorongnya hingga terbuka lebar. Dilihatnya
kedua wanita yang sedang duduk di sofa berwarna coklat tersebut terkejut
melihat kedatangannya.
“Mas Ferdi!”
Dilihatnya tubuh Rani menegang,
kaku. Wajahnya menampakkan keterkejutan.
kaku. Wajahnya menampakkan keterkejutan.
“Kita harus bicara, dek!” Ferdi
melirik kearah Disya yang masih duduk di atas sofa, di samping Rani. “Berdua”
lanjutnya lagi seakan memberi kode pada Disya untuk meninggalkan mereka.
melirik kearah Disya yang masih duduk di atas sofa, di samping Rani. “Berdua”
lanjutnya lagi seakan memberi kode pada Disya untuk meninggalkan mereka.
Disya pun berdiri kemudian
melangkah menuju pintu, tempat Ferdi berdiri dan meninggalkan Rani yang terduduk
kaku di sofa.
melangkah menuju pintu, tempat Ferdi berdiri dan meninggalkan Rani yang terduduk
kaku di sofa.
“Kalian selesaikan baik-baik ya,
dengan kepala dingin.” Bisik Disya ketika berhadapan dengan Ferdi. Kemudian melanjutkan
langkahnya menuju pintu, keluar dari ruangan tersebut.
dengan kepala dingin.” Bisik Disya ketika berhadapan dengan Ferdi. Kemudian melanjutkan
langkahnya menuju pintu, keluar dari ruangan tersebut.
Hari ke-8 #13HariNgeblogFF
Cerita sebelumnya : Cintaku Mentok di Kamu
Leave a Reply